Pengertian Korupsi , Kolusi dan Nepotisme
KORUPSI
Korupsi adalah tindakan melawan hukum pidana dengan menyalahgunakan
kewenangan yang diberikan publik atau pemberi kewenangan lain untuk
memperkaya diri pelaku atau golongannya secara sepihak dan merugikan
orang lain maupun korporasi atau negara.
Korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio yang berarti perbuatan busuk
memutar balik, menyogok serta melanggar norma hukum yang menyebabkan
kerugian bagi pihak lain sedangkan pelakunya berusaha mendapatkan
keuntungan secara sepihak.
Korupsi berdasarkan pemahaman pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Korupsi merupaka
tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri/orang lain
(perseorangan atau sebuah korporasi) , yang secara langusng maupun tidak
langsung merugikan keuangan atau prekonomian negara, yang dari segi
materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan
dengan nilai-nilai keadilan masyarakat.
1. perbuatan melawan hukum,
2. penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
3. memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
4. merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah
1. memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
2. penggelapan dalam jabatan,
3. pemerasan dalam jabatan,
4. ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
5. menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
KOLUSI
Kolusi adalah kesepakatan dua belah pihak atau lebih secara tersembunyi
dan tidak jujur serta melawan hukum untuk melancarkan usaha salah satu
pihak untuk mencapai tujuan tertentu. Biasanya diwarnai dengan korupsi
yaitu penyalahgunaan wewenang yang dimiliki oleh salah satu pihak atau
pejabat negara.
Kolusi paling sering terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli, dimana
keputusan beberapa perusahaan untuk bekerja sama, dapat secara
signifikan mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Kartel adalah kasus
khusus dari kolusi berlebihan, yang juga dikenal sebagai kolusi
tersembunyi.
NEPOTISME
Sebagai contoh, kalau seorang manajer mengangkat atau menaikan jabatan seorang saudara, bukannya seseorang yang lebih berkualifikasi namun bukan saudara, manajer tersebut akan bersalah karena nepotisme. Pakar-pakar biologi telah mengisyaratkan bahwa tendensi terhadap nepotisme adalah berdasarkan naluri, sebagai salah satu bentuk dari pemilihan saudara.
Kata nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang berarti “keponakan” atau “cucu”. Pada Abad Pertengahan beberapa paus Katholik dan uskup- yang telah mengambil janji “chastity” , sehingga biasanya tidak mempunyai anak kandung – memberikan kedudukan khusus kepada keponakannya seolah-olah seperti kepada anaknya sendiri. Beberapa paus diketahui mengangkat keponakan dan saudara lainnya menjadi kardinal. Seringkali, penunjukan tersebut digunakan untuk melanjutkan “dinasti” kepausan. Contohnya, Paus Kallistus III, dari keluarga Borja, mengangkat dua keponakannya menjadi kardinal; salah satunya, Rodrigo, kemudian menggunakan posisinya kardinalnya sebagai batu loncatan ke posisi paus, menjadi Paus Aleksander VI. Kebetulan, Alexander mengangkat Alessandro Farnese, adik kekasih gelapnya, menjadi kardinal; Farnese kemudian menjadi Paus Paulus III. Paul juga melakukan nepotisme, dengan menunjuk dua keponakannya (umur 14 tahun dan 16 tahun) sebagai Kardinal. Praktek seperti ini akhirnya diakhiri oleh Paus Innosensius XII yang mengeluarkan bulla kepausan Romanum decet pontificem pada tahun 1692. Bulla kepausan ini melarang semua paus di seluruh masa untuk mewariskan tanah milik, kantor, atau pendapatan kepada saudara, dengan pengecualian bahwa seseorang saudara yang paling bermutu dapat dijadikan seorang Kardinal.
Posting Komentar